Nama : Nadhofa Walannae
NPM : 55411067
Kelas : 1IA03
MANUSIA DAN
KEINDAHAN
A.
KEINDAHAN
Kata keindahan berasal dan kata indah, artinya bagus,
permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah
ialah segala hasil seni, pemandangan alam, manusia , rumah , tatanan , perabot
rumah tangga, suara, warna, dan sebagainya. Kawasan keindahan bagi manusia sangat
luas, seluas keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan
peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa
keindahan merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dan
kehidupan manusia. Di mana pun kapan pun dan siapa saja dapat menikmati
keindahan.
Keindahan adalah identik dengan kebenaran. Keindahan kebenaran
dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi,
dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran
berarti tidak indah. Karena itu tiruan lukisan Monalisa tidak indah, karena
dasarnya tidak benar. Sudah tentu kebenaran di sini bukan kebenaran ilmu,
melainkan kebenaran menurut konsep seni. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna
sepenuh-penuhnya mengenai obyek yang diungkapkan.
Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak
terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan
atau lokal.
a. APAKAH
KEINDAHAN ITU?
Sebenarnya sulit bagi kita untuk menyatakan apakah
keindahan itu. Keindahan itu
suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas.
Keindahan itu baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud
atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika
dihubungkan dengan suatu bentuk. Dengan bentuk itu keindahan dapat berkomunikasi.
Jadi, sulit bagi kita jika berbicara mengenai keindahan, tetapi jelas bagi kita
jika berbicara mengenai sesuatu yang indah. Keindahan hanya sebuah konsep, yang
baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk, misalnya lukisan, pemandangan
alam, tubuh yang molek, film, nyanyian.
Menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar estetika”.
Menurut asal katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan
kata “beutiful” dalam bahasa Prancis “beau”, sedang Italia dan spanyol “bello”
berasal dan kata latin “bellum”. Akar katanya adalah “bonum” yang berarti
kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi “bonellum” dan terakhir
diperpendek sehingga ditulis “bellum”.
Menurut cakupannya orang harus membedakan antara
keindahan sebagai suatu kwalita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang
indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah
beauty (keindahan) dan the beautiful (benda atau hal yang indah). Dalam
pembatasan filsafat kedua pengertian ini kadang-kadang dicampuradukkan saja. Di
samping itu terdapat pula perbedaan menurut luasnya pengertian. yakni :
a) keindahan dalam arti yang luas
b) keindahan dalam arti estetis murni
c) keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya
dengan penglihatan
Keindahan dalam arti luas merupakan pengertian semula
dan bangsa Yunani dulu
yang di dalamnya tercakup pula kebaikan. Plato
misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedang
Aristoteles merumuskan keindahan sebagi sesuatu yang selain baik juga
menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang
indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah pikiran yang indah dan
adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenal pengertian
keindahan dalam arti estetis yang disebutnya ‘symrnetria’ untuk keindahan
berdasarkan penglihatan (misalnya pada karya pahat dan arsitektur) dan harmonia
untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi pengertian keindahan yang
seluas-luasnya meliputi:
- keindahan
seni
-
keindahan alam
-
keindahan moral
-
keindahan intelektual
Keindahan dalam
arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dan seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti terbatas
lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerapnya dengan
penglihatan. yakni berupa keindahan dan bentuk dan warna.
Dari pembagian
dan pembedaan terhadap keindahan di atas, masih belum jelas apakah sungguhnya
keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya
beraneka ragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua
benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki
itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah
kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering
disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan
(symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dari ciri itu
dapat diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dan berbagai keselarasan dan
kebaikan dan garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang berpendapat,
bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam
suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf dewasa mi
merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara
pencerapan-pencerapan indraewi kita (beauty is unity of formal relations of our
sense perceptions).
Sebagian filsuf
lain menghubungkan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure), yang
merupakan sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran.
Filsuf abad pertengahan Thomas Aquinos (1225-1274) mengatakan, bahwa keindahan
adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
Ternyata untuk
menjawab “apakah keindahan itu” banyak sekali jawabannya. Karena itu dalam
estetika modem orang . lebih suka berbicara tentang seni dan dan pengalaman estetik,
karena ini bukan pengalaman abstrak melainkan gejala konkret yang dapat
ditelaah dengan pengamatan secara empirik dan penguraian yang sistematik.
b. NILAI
ESTETIK
Dalam rangka
teori umum tentang nilai The Liang Gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan
dianggap sebagal salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai
ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan
segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Masalahnya
sekarang ialah: apakah nilai estetik itu ? dalam bidang filsafat, istilah nilai
sering kali dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan
(worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology and related
sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagi sebagai
berikut:
“The believed
capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any object
which causes it to be on interest to an individual or a group”. (kemampuan yang
dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat
dan sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau sesuatu
golongan).
Menurut kamus itu
selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang harus
dibedakan secara tegas dan kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan
bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada
sesuatu benda sampai terbukti ketidakbenarannya.
c. KONTEMPLASI
DAN EKSTANSI
Keindahan dapat
dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada
selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang
indah.
Apabila kedua
dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah.
Sesuatu yang indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat,
mendengar. Bentuk di luar diri manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni
lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama dan film, atau berupa
ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga warna- warni , dan lain-lain.
Apabila
kontemplasi dan ekstansi ini dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi
itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi ini
merupakan faktor pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan. Karena derajat
kontemplasi dan ekstansi juga berbeda-beda antara setiap manusia, maka
tanggapan terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang
satu mengatakan karya seni itu indah, tetapi orang lain mengatakan karya seni
itu tidak/kurang indah, karena selera seni berlainan.
Bagi seorang
seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi
orang bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih menonjol. Jadi, Ia lebih suka
menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, Ia
hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.
d. APA
SEBAB MANUSIA MENCIPTAKAN KEINDAHAN?
Keindahan Itu
pada dasarnya adalah alamiah. Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan
itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang.
Pengungkapan
keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan
tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan
hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam
masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi lainnya. Tujuannya tentu saja
dilihat dan segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi
manusia secara kodrati.
e. KEINDAHAN
MENURUT PANDANGAN ROMANTIK
Dalam buku AN
Essay on Man (1954), Erns Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan tidak bisa
selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan kata-kata
penyair romantik John Keats (1795-1821) sebagai pegangan. Dalam Endymion dia
berkata:
A thing of beauty is a joy forever
its loveliness increases; it will never pass into nothingness.
Dia mengatakan, bahwa sesuatu yang
indah adalah keriangan selama-lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pernah
berlalu ke ketiadaan. Dan sini kita mengetahui bahwa keindahan hanyalah sebuah
konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak
berbicara langsung mengenai keindahan, akan tetapi sesuatu yang indah.
Dalam sajak di
atas, Keats mengambil bahannya dan Endymion yang terdapat dalam mitologi Yunani
kuno. Endymion dalam mitologi itu sendiri merupakan penjabaran dan konsep
keindahan pada jaman Yunani kuno. Menurut mitologi Yunani ini, Endymion adalah seorang
gembala yang oleh para dewa diberi keindahan abadi. Dia selalu muda, selamanya
tidur, dan tidak pernah diganggu oleh siapa pun.
Menurut Keats,
orang yang mempunyai konsep keindahan hanya tertentu jumlahnya. Mereka mempunyai
negatif capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak
menentu dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya hanya pikiran
dan hatinya yang selalu diliputi keresahan.
B. RENUNGAN
Renungan berasal
dan kata renung, artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu
dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung untuk
menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori ini ialah: teori pengungkapan,
teori metafisik dan teori psikologik.
a. TEORI
PENGUNGKAPAN
Dalil dan teori ini
ialah bahwa “Art is an expression
of human feeling” (seni adalah suatu pengungkapan dan perasaan
manusia). Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang seniman
ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi
yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952) dengan
karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “aesthetic as Science of Expression and General
Linguistic”. Beliau antara lain menyatakan bahwa “art is expression of impressions” (Seni adalah pengungkapan
dan kesan-kesan) Expression
adalah sama dengan intuition.
Dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan
tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran angan-angan (images). Dengan demikian pengungkapan
itu berwujud pelbagai gambaran angan-angan seperti misalnya images warna, garis
dan kata. Bagi seseorang pengungkapan berarti menciptakan seni dalam dirinya
tanpa perlu adanya kegiatan jasmaniah keluar. Pengalaman estetis seseorang
tidak lain adalah ekspresi dalam gambaran angan-angan.
b. TEORI
METAFISIK
Teori seni yang
bercorak metafisis merupakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dan
Plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafat, konsepsi
keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori
peniruan (imitation theory).
Ini sesuai dengan metafisika Plato yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf
yang tertinggi sebagal realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat
realita duniawi ini yang merupakan cerminan semu dan mirip realita Ilahi itu.
Dan karya seni yang dibuat manusia hanyalah merupakan mimemis (tiruan) dari
realita duniawi Sebagai contoh Plato mengemukakan ide keranjangan yang abadi,
asli dan indah sempurna ciptaan Tuhan. Kemudian dalam dunia mm tukang kayu
membuat ranjang dari kayu yang menciptakan ide tertinggi ke-ranjangan-an itu.
Dan akhirnya seniman meniru ranjang kayu itu dengan menggambarkannya dalam
sebuah lukisan. Jadi karya seni adalah tiruan dari suatu tiruan lain sehingga
bersifat jauh dari kebenaran atau dapat menyesatkan. Karena itu seniman tidak mendapat
tempat sebagai warga dan negara Republik yang ideal menurut Plato.
c. TEORI
PSIKOLOGIS
Teori-teori metafisis dari para filsuf yang bergerak di
atas taraf manusiawi dengan konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau
kehendak semesta umumnya tidak memuaskan, karena terlampau abstrak dan
spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam abad modem menelaah teori-teori seni
dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan
metode-metode psikologis. Misalnya berdasarkan psikoanalisis dikemukakan teori
bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar
dan seseorang seniman. Sedang karya seninya itu merupakan bentuk terselubung
atau diperhalus yang diwujudkan keluar dan keinginan-keinginan itu.
Suatu teori lain tentang sumber seni ialah teori permainan
yang dikembangkan oleh Fredrick Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer
(1820-1903). Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan batin untuk
bermain-main (play impulse)
yang ada dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan
segenap kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi
yang harus dikeluarkan. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah
kemampuan-kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena
disia-siakan. Seseorang yang semakin meningkat taraf kehidupannya tidak memakai
habis energinya untuk keperluan sehari-hari, kelebihan tenaga itu lalu
menciptakan kebutuhan dan kesempatan untuk melakukan rangkaian permainan yang imajinatif
dan kegiatan yang akhirnya menghasilkan karya seni. Teori permainan tentang
seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok yang
dapat diajukan ialah bahwa permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni
adalah kegiatan yang serius dan pada dasarnya kreatif.
Sebuah teori lagi yang dapat dimasukkan dalam teori
psikologis ialah teori penandaan (signification theory) yang memandang seni sebagi suatu lambang
atau tanda dari perasaan manusia. Simbol atau tanda yang menyerupai atau mirip
dengan benda yang dilambangkan disebut iconic sign (tanda serupa), misalnya tanda lalu lintas yang
memperingatkan jalan yang berbelok-belok dengan semacam huruf Z adalah suatu
tanda yang serupa atau mirip dengan keadaan jalan yang dilalui. Menurut teori penandaan
itu karya seni adalah iconic signs
dan proses psikologis yang berlangsung dalam diri manusia, khususnya
tanda-tanda dan perasaannya. Sebagai contoh sebuah lagu dengan irama naik turun
dan alunan cepat lambat serta akhirnya berhenti adalah simbol atau tanda dari
kehidupan manusia dengan pelbagai perasaannya yang ada pasang atau surut serta
tergesa-gesa atau santainya dan ada akhirnya.
C.
KESERASIAN
Keserasian berasal dan kata serasi dan dan kata dasar rasi,
artinya cocok, kena benar dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu
mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang.
Dalam pengertian perpaduan misalnya, orang berpakaian harus
dipadukan warnanya bagian atas dengan bagian bawah. Atau disesuaikan dengan
kulitnya. Apabila cam memadu itu kurang cocok, maka akan merusak pemandangan.
Sebaliknya, bila serasi benar akan membuat orang puas karenanya. Atau orang
yang berkulit hitam kurang pantas bila memakai baju warna hijau, karena warna
itu justru menggelapkan kulitnya.
Pertentangan pun menghasilkan keserasian. Misalnya
dalam dunia musik, pada hakekatnya irama yang mengalun itu merupakan pertentangan
suara tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut.
Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir
menjelaskan, bahwa keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualitas/pokok
tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualitas yang paling sering disebut
adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry),
keseimbangan (balance), dan keterbalikan (contrast). Selanjutnya dalam hal
keindahan itu dikatakan tersusun dan berbagai keselarasan dan keterbalikan dan garis,
warna, bentuk, nada dan kata-kata. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa
keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang serasi dalam suatu benda dan
diantara benda itu dengan Si pengamat.
Filsuf Inggris Herbert Read merumuskan definisi, bahwa
keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara
pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauty is unity of formal relations among
our sence-perception). Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu
keselarasan dinamik dan perenungan yang menyenangkan. Dalam keselarasan itu
seseorang memiliki perasaan-perasaan seimbang dan tenang, mencapai cita rasa
akan sesuatu yang terakhir dan rasa hidup sesaat di tempat-tempat kesempurnaan
yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
a. TEORI
OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF
The Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika
menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua teori yakni teori obyektif dan
teori subyektif.
Salah satu persoalan pokok dan teori keindahan adalah
mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah keindahan merupakan sesuatu yang
ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati
benda tersebut. Dan persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori
yang terkenal sebagai teori obyektif dan teori subyektif.
Pendukung teori obyektif adalah Plato, Hegel dan
Bernard Bocanquat, sedang pendukung teori subyektif ialah Henry Home, Earlof
Shaffesbury dan Edmund Burke.
Teori obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau
ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah
melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya.
Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan sifat-sifat indah yang sudah ada pada
sesuatu benda dan sama sekali tidak berpengaruh untuk menghubungkan. Yang
menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda
menjadi indah atau dianggap bernilai estetik, salah satu jawaban yang telah
diberikan selama berabad-abad ialah perimbangan antara bagian-bagian dalam
benda indah itu. Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta
dengan terpenuhinya asas-asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif. menyatakan bahwa ciri-ciri yang
menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam
diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata
tergantung pada pencerapan dan si pengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa
sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu diartikan bahwa seseorang
pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetik sebagai tanggapan terhadap benda
indah itu.
Yang tergolong teori subyektif ialah yang memandang
keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu benda dengan alam pikiran seseorang
yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau menikmati benda
itu.
b. TEORI PERIMBANGAN
Teori obyektif memandang keindahan sebagai suatu
kwalita dan benda-benda. Kwalita bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda
disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan
yang bertahan sejak abad 5 sebelum Masehi sampai abad 17 di Eropa. Sebagai
contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.
Teori perimbangan tentang keindahan dan bangsa Yunani
Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif
yang diungkapkan dengan angka-angka.
Keindahan dianggap sebagai kwalita dari benda-benda
yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian). Hubungan dan bagian-bagian yang
menciptakan keindahan dapat dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan
angka-angka.
Bangsa Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematis
yang cemat sebagaimana terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran
proporsi ternyata dapat diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah.
Bahkan Pythagoras yang mencetuskan teori proporsi itu menemukan bahwa macamnya
nada yang dikeluarkan oleh seutas senar tergantung pada panjang senar itu dan
bahwa macamnya nada yang dikeluarkan oleh seutas senar akan menghasilkan
susunan nada yang selaras (yakni indah di dengar), apabila panjangnya masing-masing
senar itu mempunyai hubungan perimbangan bilangan-bilangan yang kecil misalnya
1:1, 1:2, 2:3 dan seterusnya. Jadi menurut teori proporsi ini keindahan
terdapat dalam suatu benda yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama
lain sebagai bilangan-bilangan kecil. Contoh visual untuk perimbangan yang menyenangkan
dilihat dan karenanya disebut indah oleh bangsa Yunani dulu ialah bentuk empat
persegi, elips yang masing-masing mempunyai proporsi 1:1 ,6 atau 3:5.
Perimbangan itu dinamakan perbandingan keemasan (golden ratio).
Teori perimbangan berlaku dan abad ke-5 sebelum masehi
sampai abad ke 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan
dan filsafat empirisme dan aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka
keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.
Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya
dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang berbeda-beda. Para seniman romantik
umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dan tidak adanya
keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan
perasaan. Karena itu tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
Sumber: Seri Diktat Kuliah MKDU: Ilmu Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma
0 komentar:
Posting Komentar